CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 30 April 2013

Behavior Therapy

Terapi behavioral atau terapi perilaku berasal dari dua konsep yakni dari Ivan Pavlov dan B.F. Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1985) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Dasar teori Behavioral adalah bahwa prilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi:
  1. Belajar waktu lalu dalam hubungannya dengan keadaan yang serupa;
  2. Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan terhadap lingkungan;
  3. Perbedaan-perbedaan biologik baik secara genetik atau karena gangguan fisiologik.
Para konselor behavioral memandang kelainan prilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mangganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan prilaku berubah menjadi positif.

Terapi perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigm belajar yang ditatpkan secara eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik hipotesis mana terapi didasarkan.

Ciri-ciri Behavioral Therapy
  1. Berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik;
  2. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik;
  3. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien;
  4. Penafsiran objektif atas tujuan terapeutik
Behavior therapy beranggapan bahwa kondisi klien merupakan akibat dari stimulus konselor, dengan begitu konselor dalam setiap mengadakan konseling harus mempunyai stimulus kepada klien, sehingga klien dengan mudah dan cepat merasakan stimulus yang diberikan.

Tujuan Terapi Perilaku
  1. Mengubah perilaku yang tidak sesuai pada klien
  2. Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien.
  3. Mencegah munculnya masalah di kemudian hari.
  4. Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien.
  5. Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya.
Teknik-Teknik Terapi Perilaku
  1. Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning. Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan, seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan kecemasan.
  2. Flooding adalah prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk periode waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
  3. Penguatan sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai pemberian hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons yang tidak diharapkan.
  4. Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku dengan permainan simulasi (role-playing).
  5. Regulasi diri melibatkan pemantauan dan pengamatan perilaku diri sendiri, pengendalian atas kondisi stimulus, dan mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku maladaptif.
Teori dasar Metode Terapi Perilaku
  1. Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned)
  2. Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning)
  3. Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.

Hubungan antara Terapis dan Klien
Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien.

Kelemahan Dan Kelebihan Behavioral Therapy
Kelebihan yang terdapat dari behavioral therapy ialah memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui; waktu dalam konseling relatif singkat; kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik.

Kelemahan yang terdapat dari behavioral therapy ialah mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi; tidak memberikan wawasan; mengobati gejala bukan penyebab; melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor.


Sumber:Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Corey G. (2009). Theory and practice of   counseling and psychotherapy. Belmont: Cole.

Selasa, 23 April 2013

Terapi Rasional Emotif

Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian.

Terapi rasional emotif  adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.

Terapi rasional emotif menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.

Terapi rasional emotif menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.

Unsur pokok terapi rasional emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.

Pandangan yang penting dari teori rasional emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.

Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:

  1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
  2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
  3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.

Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam Terapi rasional emotif yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : " meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidak bahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.

Teori A-B-C tentang Kepibadian

Terapi rasional emotif dimulai dengan ABC: A  adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penye¬bab ketidak bahagiaan. B adalah beliefs, yaitu keyakinan-ke¬yakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita. C adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-¬keyakinan kita yang keliru.

Pada dasarnya, kita merasakan sebagaimana yang kita pikirkan. Maka, alangkah lebih baiknya apabila kita selalu memiliki perasaan positif. Tindakan palilng efisien untuk membantu orang-orang dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan mengkonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga mengajari mereka untuk mampu mengubah atau bahkan menghapuskan keyakinan-keyakinan irasionalnya.

Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me¬lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi¬kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Dalam pelaksanaan Terapi rasional emotif ini, terapis harus benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa memisahkan falsafah hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien. Disamping itu, terapis juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan dorongan pada klien. Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang perlu dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa yang salah dan bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.

Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke¬sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me¬nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri. Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.

Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran¬-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
  1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
  2. Terpaku pada yang negatif,
  3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Fungsi dan Peran Terapis

Aktifitas-aktifitas therapeutic utama Terapi rasional emotif dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
  1. Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
  2. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
  3. Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
  4. Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
  5. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
  6. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
  7. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
  8. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
Hubungan antara Terapis dan Klien

Teapis berfungsi sebagai guru dan klien sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.

Teknik dan prosedur praktek dari terapi rasional-emotif

Metode kognitif. Beberapa teknik kognitif antara lain :
  1. Mempertanyakan keyakinan irasional. Terapis menunjukan kepada klien bahwa mereka terganggu bukan karena peristiwa tertentu yang terjadi melainkan karena persepsi mereka sendiri atas peristiwa itu dan karena sifat dari pernyataan mereka terhadap diri sendiri.
  2. Pekerjaan rumah kognitif. Mereka diberi pekerjaan rumh yaitu cara untuk melacak “seharusnya” yang mutlak merupakan bagian dari pesan diri mereka yang terinternalisasi.
  3. Mengubah gaya berbahasa seseorang. Klien belajar bahwa “seharusnya” bisa diganti dengan preferensi. Praktisi berlandasan bahwa bahasa membentuk pola berpikir dan pola berpikir membentuk bahasa.
  4. Penggunaan humor. TRE berpendapat bahwa gangguan emosional sering kali merupakan hasil dari sikap diri yang terlalu serius dalam memandang hidup mereka kehilangan cita rasa perspektifnya serta rasa humor.

Metode emotif. Beberapa teknik emotif antara lain :
  1. Imaginasi rasional emotif. Klien membayangkan mereka sedang berpikir, merasakan, dan berperilaku tepat seperti yang akan mereka lakukan dalam imaginasi mereka serta merasakan dan berperilaku dalam kehidupan nyata.
  2. Bermain peran. Terapis sering meninterupsi untuk menunjukan kepada klien apa yang mereka katakan tentang diri mereka sendiri yang menciptkan gangguan dan apa yang mereka perbuat untuk mengubah perasaan mereka yang tidak pada tempatnya menjadi sesuai.
  3. Latihan menyerang rasa malu. Maksud utama dari latihan ini adalah bahwa klien berusaha untuk tidk merasa mlu meskipun orang lain jelas-jelas tidak menyetujuinya.
  4. Penggunaan kekuatan dan ketegaran. Klien ditunjukan bagaimana cara menggunakan dialog keras pada diri mereka sendiri dimana mereka mengungkapkan keyakinan irasional mereka dan selanjutnya mempertanyakannya.

Langkah-Langkah Terapi Rasional Emotif

  1. Langkah pertama, Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
  2. Langkah kedua, Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
  3. Langkah ketiga, Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
  4. Langkah keempat, Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.

Ciri-Ciri Terapi Rasional Emotif

  1. Dalam menelusuri masalah klien yang di bantu nya, konselor berperan lebih aktif di bandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang di hadapi artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan di sesuaikan dengan potensi yang di miliki nya.
  2. Dalam proses hubungan konseling harus tetap di ciptakan dan di pelihara hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
  3. Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah Cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
  4. Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.
  5. Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien. Dengan melihat permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.

Kelebihan Terapi rasional emotif

  1. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
  2. Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
  3. Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.

Kelemahan Terapi rasional emotif

  1. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
  2. Ada sebagian klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
  3. Ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
  4. Ada juga sebagian klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.


Sumber :
Amir Awang. Pengantar Bimbingan dan Kaunseling Di Malaysia. Pulau Pinang: University Sains Malaysia, 1997
Corey, Gerald. (1995. Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi. Semarang : IKIP Semarang Press

Senin, 15 April 2013

Analisis Transaksional

Analisis transaksional adalah suatu pendekatan psikoterapeutik yang sangat dapat diterapkan dalam praktik pekerjaan sosial klinis. Analisis transaksional gagasan Eric Berne (1910-1970) merupakan suatu pendekatan untuk mensistematisasi, menganalisis, dan mengubah saling pengaruh diantara mansia, yang menekankan interaksi keduanya (antara diri dan manusia lain) dan kesadaran internal (regulasi diri dan ekspresi diri). Pada intinya, makna analisis transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan-kemampuan menghadapi dan mengatur situasi yang paling dalam dan nteraksi kehidupan nyata.

Metode analisis transaksional muncul sekitar pertengahan tahun 1950-an, dari pengakuan seorang pasien. Pasien yang adalah seorang pengacara itu berkomentar dalam sesi terapinya bahwa ia hanyalah seorang anak laki-laki kecil daripada seorang pengacara yang matang. Pengertian ini mengarah pada analisis structural dan tahap ego (tahap mental anak dan dewasa).

Kategori Analisis Transaksional
  1. Keadaan Ego (ego states), Keadaan ego didefinisikan sebagai “realita ego yangbenar-benar dialami oleh seorang secara mental dan fisik” pada waktu tertentu. Selanjutnya, dipostulasikan keadaan ego memperlihatkan seperangkat pengalaman-pengalaman internal yang khas, dan juga seperangkat perilaku-perilaku yang dapat diamati.
  2. Transaksi, Karena keadaan ego merupakan struktur dasar kepribadian, manusia berinteraksi satu sama lain dari satu atau lebih keadaan ego tersebut. Berne membedakan tiga transaksi: timbale-balik atau komplementer, silang, dan tersembunyi.
  3. Permainan drama segitiga, Didefinisikan sebagai suatuurutan transaksi tersembunyi yang berlangsung melalui tahap-tahap yang didefinisikan dengan baik hingga suatu dampak yang dapat diramalkan menyebutnya “memberikan hasil”.
  4. Naskah
  5. Gerakan dan Lakon Cerita
  6. Posisi Kehidupan
  7. Perintah dan keputusan ulang naskah
Analisis transaksional (suatu istilah yang digunakan untuk seluruh sistem terapi Berne dan suatu tahap analisis psikoterapeutik) mulai menganalisis pasien menurut tahap-tahap ini:

Tahap-tahap Analisis Transaksional
  1. Analisis Struktural, Sadar akan tahap ego yang menyususn dan menemukan fenomenologi kepribadian. Ketiga tahap ego ini antara lain orang tua, dewasa, anak. Tahap analisis transaksional cocok digunakan dalam pertemuan sosial yang disebut transaksional, yaitu pertemuan dua atau lebih individu. Orang pertama menciptakan stimulant transaksional, orang kedua menciptakan suatu respon transaksional.
  2. Analisis Transaksional yang Pantas
  3. Analisis Permainan, Tahap ini sebagai suatu seri pertumuhan transaksi pelengkap tersembunyi dan sebagai hasil yang dapat diprediksi.
  4. Analisis Tulisan, Dibandingkan dengan tulisan-tulisn yang berhubungan dengan drama, tulisan dalam AT adalah mereka yang mengabdikan diri seluruhnya pada drama.
  5. Kontrol Sosial, Pertumbuhan lewat setiap tahap analisis structural pasien akhirnya mencoba mencapai control sosial.
Pasien mulai dengan tahap analisis structural, sadar akan tahap ego yang menyusun dan menemukan fenomenologi kepribadian. Ketiga tahap ego antara lain:
  1. Orang tua: tahap menyerupai figure orang tua
  2. Dewasa: masa kematangan dimana seseorang menghadapi dan menghargai otonomi realitas, atau menghadapi dunia apa adanya.
  3. Anak: masa menyerupai seorang anak, atau masa dimana muncul perilaku kekanakan, atau tindakan arkais.
Tahap analisis transaksional cocok digunakan dalam pertemuan sosial yang disebut transaksional, yaitu pertemuan dua atau lebih individu. Orang pertama menciptakan stimulasi transaksional, orang kedua (yang menjawab) menghasilkan suatu respons transaksional. Transaksi menjadi saling melengkapi ketika responden bereaksi sesuai dengan yang diharapkan, yang berarti juga membiarkan hubungan sosial berjalan lancer. Sebaliknya, ia bisa menjadi transaksi menyilang atau pengganggu komunikasi seperti transaksi-transaksi yang menyebabkan keterpisahan/perceraian.

Berne juga mendefinisikan tahap permainan sebagai suatu seri pertumbuhan transaksi pelengkap tersembunyi dan sebagai hasil yang dapat diprediksi. Berne menggolongkan permainan-permainan sebagai bagian–bagian tulisan. Suatu permainan adalah suatu maneuver ketaksadaran untuk menentukan hubungan-hubungan dalam kehidupan bersama orang lain dalam rangka menggunakan mereka. Terhadap mereka yang terus meratapi kehilangan, Berne melihat mereka sebagai yang membuang-buang waktu menerangkan mengapa mereka kehilangan dan membiarkan diri berpikir tentang apa yang hendak mereka lakukan. Mereka jarang menikmati apa yang sedang mereka lakukan. Orang tua, dewasa, dan anak, sebagai potongan-potongan yang digunakan dalam permainan, merupakan manifestasi dari tahap universal pikiran.

Sementara analisis struktural sebagai prerequisit bagi analisis transaksional, tahap analisis transaksional diikuti oleh analisis permainan, yang digantikan oleh analisis tulisan. Dibandingkan dengan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan drama, tulisan dalam analisis transaksional adalah mereka yang mengabdikan diri seluruhnya pada drama. Pertumbuhan lewat setiap tahap analisis struktural. Pasien akhirnya mencoba mencapai control sosial.

Kelebihan Analisis Transaksional
Berne menunjukkan bahwa salah satu nilai lebih dari AT ialah bahwa terapi ini adalah psikiatri sosial dan psikologi individual. Terapi ini memberikan suatu perspektif yang unik tentang interaksi sosial dan fenomena sosial lain. Sering kali pelayanan bersifat tatap muka dengan penekanan umum pada permainan-permainan yang dimainkan di dalam ruang penanganan dan dengan memfokuskan pada transferensi dan konstransferensi perilaku-perilaku yang digerakkan dalam pelayanan naskah.

Sumber:
  • Naisaban, Ladislaus.(-). Para Psikolog Terkemuka Dunia (Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya). Jakarta: Gunung Mulia
  • Roberts, Albert. R & Gilbert.J.(-). Buku pintar pekerja sosial. Gunung mulia.

Senin, 01 April 2013

Client Centered Therapy

Client Centered Therapy sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Rogers menentang asumsi dasar bahwa “terapis tahu apa yang terbaik“. Asumsi dasarnya adalah bahwa orang itu secara esensial bisa dipercaya, memiliki potensi yang besar untuk memahami dirinya dan menyelesaikan masalah mereka tanpa intervensi langsung dari pihak terapis, dan bahwa mereka ada kemampuan untuk tumbuh sesuai dengan arahan mereka sendiri apabila mereka terlibat dalam hubungan terapeutik.

Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person centered theraphy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Terapis tidak boleh memaksakan tujuan atau nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan perasaanya yang lebih dalam dan bagian bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata kata apa yang diungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.

Tujuan dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif  untuk membantu klien menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengembangkan agar klien bisa memahami hal-hal yang berada di balik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh di hadapan orang lain dan dalam usahanya untuk menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.

Bagaimanapun, banyak terapis yang mengalami kesulitan dalam memperbolehkan klien untuk menetapkan sendiri tujuan-tujuannya yang khusus dalam terapi. Meskipun mudah untuk berpura-pura terhadap konsep "klien menemukan jalan sendiri", ia menuntut terhadap respek terhadap klien dan keberanian pada terapis untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahnya sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan pilihan-pilihan yang diharpkan oleh terapis.

Rogers menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan client-centered dari pendekatan-pendekatan lain. Berikut ini adaptasi dari uraian Rogers:

  1. Pendekatan client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.
  2. Pendekatan client centered menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan eimpati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
  3. Prinsip-prinsip psikoterapi yang sama diterapkan pada semua orang yang "normal" yang "neurotik" dan yang "psikotik". Berdasarkan konsep bahwa hasrat untuk bergerak menuju kematangan psikologis berakar dalam pada manusia, prinsip-prinsip terapi client-centered diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relatif normal maupun individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar.
Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien, terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan dan pengertian, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang jelas tinggi.

Para terapis client centered secara khas merefleksikan isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu para klien untuk memeriksa sumber-sumbemya sendiri, dan mendorong klien untuk menemukan cara-cara pemecahannya sendiri. Jadi, terapi client centered jauh lebih aman dibanding dengan model terapi lain yang menempakan terapi pada posisi direktif, membuat penafsiran-penafsiran, membentuk diagnosis ke arah pengubahan kepribadian secara radikal.


Sumber :
Semiun, yustinus. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta: kanisius
http://www.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=0yHBXXhJbKQC&oi=fnd&pg=PR9&dq=person+centered+terapi&ots=7r0Mu2Kyq1&sig=Y1cb7j7c5vUunYBIrHMMD46dw3o&redir_esc=y#v=onepage&q=person%20centered%20terapi&f=false
http://annamakeitmine.blogspot.com/2012/10/do-youknow-cross-cultural-psychology.html